Sunday, September 19, 2010

SEJARAH SEKOLAH MINGGU


Secara peribadi saya sendiri tidak tahu dari mana asal usulnya sekolah minggu ini. Bagaimana ianya berkembang dan menjadi perhatian dalam salah satu pelayanan dalam gereja lebih-lebih lagi guru sekolah minggu. Berikut saya postkan sejarah bagaimana sekolah minggu ini wujud :


Kalau kita menelusuri kembali ke zaman Perjanjian Lama, maka sebenarnya Alkitab telah memberikan perhatian yang serius terhadap pembinaan rohani anak. Pada masa itu pembinaan rohani anak dilakukan sepenuhnya dalam keluarga (Ul. 6:4-7). Sejak sebelum usia 5 tahun anak telah dididik oleh orang tuanya untuk mengenal Allah Yahweh. Pada masa pembuangan di Babilonia (500SM), ketika Tuhan menggerakkan Ezra dan para ahli kitab untuk membangkitkan kembali kecintaan bangsa Israel kepada Taurat Tuhan, maka dibukalah tempat ibadah sinagoge dimana mereka dapat belajar Firman Tuhan kembali, termasuk diantara mereka adalah anak-anak kecil. Orangtua wajib mengirimkan anak-anaknya yang berusia di bawah 5 tahun ke sekolah di sinagoge. Di sana mereka dididik oleh guru-guru sukarelawan yang mahir dalam kitab Taurat. Anak-anak dikelompokkan dengan jumlah maksimum 25 orang dan dibimbing untuk aktif berpikir dan bertanya, sedangkan guru adalah fasilitator yang selalu siap sedia menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.

Ketika orang-orang Yahudi yang dibuang di Babilonia diijinkan pulang ke Palestina, maka mereka meneruskan tradisi membuka tempat ibadah sinagoge ini di Palestina sampai masa Perjanjian Baru. Tuhan Yesus ketika masih kecil, juga sama seperti anak-anak Yahudi yang lain, menerima pengajaran Taurat di sinagoge. Dan pada usia 12 tahun Yesus sanggup bertanya jawab dengan para ahli Taurat di Bait Allah. Tradisi mendidik anak-anak secara ketat terus berlangsung sampai pada masa rasul-rasul (1Tim. 3:15) dan gereja mula-mula. Namun, tempat untuk mendidik mereka perlahan-lahan tidak lagi dipusatkan di sinagoge tetapi di gereja, tempat jemaat Tuhan berkumpul.

Tetapi sayang sekali pada Abad Pertengahan gereja tidak lagi memelihara kebiasaan mendidik anak seperti abad-abad sebelumnya. Bahkan orang dewasa pun tidak lagi mendapatkan pengajaran Firman Tuhan dengan baik. Barulah pada masa Reformasi, gerakan pengembalian kepada pengajaran Alkitab dibangkitkan lagi, dan pendidikan terhadap anak-anak mulai digalakkan kembali, khususnya melalui kelas Katekismus. Untuk itu hanya para pekerja gereja sajalah yang diizinkan untuk terlibat dalam pembinaan. Namun sedikitnya orang yang terlatih untuk mengajarkan kelas Katekismus ini menyebabkan pelayanan anak ini menjadi mundur bahkan perlahan-lahan tidak lagi menjadi perhatian utama gereja dan diadakan hanya sebagai prasyarat bagi anak-anak yang akan menerima konfirmasi (baptis sidi).

Barulah pada abad 18, seorang wartawan Inggris bernama Robert Raikes, digerakkan oleh rasa cinta kepada anak-anak, membuat suatu gerakan yang akhirnya mendorong lahirnya pelayanan Sekolah Minggu!

Pada masa akhir abad 18, Inggris sedang dilanda suatu krisis ekonomi yang sangat parah. Setiap orang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan anak-anak dipaksa bekerja untuk boleh mendapatkan penghidupan yang layak. Pada saat itu wartawan Robert Raikes, mendapat tugas untuk meliput berita tentang anak-anak gelandangan di Gloucester bagi sebuah harian (koran) milik ayahnya. Apa yang dilihat Robert sangat memprihatinkan sebab anak-anak gelandangan itu harus bekerja dari hari Senin sampai Sabtu. Apa yang dilakukan anak-anak pada hari Minggu itu? Hari Minggu adalah satu-satunya hari libur mereka sehingga mereka habiskan untuk bersenang-senang, tapi karena mereka tidak pernah mendapat pendidikan (karena tidak bersekolah), anak-anak itu menjadi sangat liar, mereka minum-minum dan melakukan berbagai macam kenakalan dan kejahatan.

Melihat keadaan itu Robert Raikes bertekad untuk mengubah keadaan. Ia dengan beberapa teman mencoba melakukan pendekatan kepada anak-anak tersebut dengan mengundang mereka berkumpul di sebuah dapur milik Ibu Meredith di kota Scooty Alley. Di sana selain anak-anak mendapat makanan, mereka juga diajarkan sopan santun, membaca dan menulis. Tapi hal paling indah yang diterima anak-anak di situ adalah mereka mendapat kesempatan mendengar cerita-cerita Alkitab.

Pada mulanya pelayanan ini sangat tidak mudah. Banyak anak-anak itu datang dengan keadaan yang sangat bau dan kotor. Namun dengan cara pendidikan yang disiplin, kadang dengan pukulan rotan, tapi dilakukan dengan penuh cinta kasih, anak-anak itu akhirnya belajar untuk mau dididik dengan baik, sehingga semakin lama semakin banyak anak datang ke dapur Ibu Meredith. Semakin banyak juga guru disewa untuk mengajar mereka, bukan hanya untuk belajar membaca dan menulis tapi juga Firman Tuhan. Perjuangan yang sangat sulit tapi melegakan. Dan dalam waktu 4 tahun sekolah minggu itu semakin berkembang bahkan ke kota-kota lain di Inggris, dan jumlah anak-anak yang datang ke sekolah hari minggu terhitung mencapai 250.000 anak di seluruh Inggris.

Mula-mula, gereja tidak mengakui kehadiran gerakan Sekolah Minggu yang dimulai oleh Robert Raikes ini. Tetapi karena kegigihannya menulis ke berbagai publikasi dan membagikan visi pelayanan anak ke masyarakat Kristen di Inggris, dan juga atas bantuan John Wesley (pendiri gereja Methodis), akhirnya kehadiran Sekolah Minggu diterima oleh gereja. Mula-mula oleh gereja Methodis, akhirnya gereja-gereja protestan lain. Ketika Robert Raikes meninggal dunia thn. 1811, jumlah anak yang hadir di Sekolah Minggu di seluruh Inggris mencapai lebih dari 400.000 anak. Dari pelayanan anak ini, Inggris tidak hanya diselamatkan dari revolusi sosial, tapi juga diselamatkan dari generasi yang tidak mengenal Tuhan.

Gerakan Sekolah Minggu yang dimulai di Inggris ini akhirnya menjalar ke berbagai tempat di dunia, termasuk negara-negara Eropah lainnya dan ke Amerika. Dan dari para misionaris yang pergi melayani ke negara-negara Asia, dan akhirnya pelayanan anak melalui Sekolah Minggu tersebar diseluruh Negara-negara Asia.

Sumber dari :
http://www.rajawalikecil.com/2010/07/sejarah-sekolah-minggu.html

SEKOLAH MINGGU DAN SAYA

Kehidupan pelayanan saya bermula dengan pelayanan anak-anak sekolah minggu diusia 15 tahun. Pada masa itu saya juga baru mengenali siapa Yesus dalam hidup peribadiku. Bible yang kutemui cuma beberapa bab perjanjian lama yang menggerakkan saya mengenali siapa Tuhan itu adanya dalam kehidupan peribadi saya. Walaupun saya lahir dalam keluarga kristian tetapi saya secara peribadi jarang ke gereja apatah lagi semasa anak sekolah minggu dulu boleh dikatakan boleh dikira berapa kali sahaja. Ibubapa saya tidak pernah mengajar saya tentang siapa itu tuhan malah mereka hidup dengan ke duniawian. Kehidupan kami dipenuhi dengan kerja-kerja diladang dan sawah pada siang hari dan ibubapa kami pula akan bersukaria dipesta pora pada malam hari sekiranya ada undangan dan sekiranya tiada seperti biasa berehat untuk menunggu pada keesokkan harinya.

Pembacaan saya pada bible yang saya temui itu sangat menarik sejarahnya seolah-olah saya dapat menyelami kehidupan pada masa itu. Maka keghairahan saya untuk kegereja semakin terserlah dengan mengunjungi gereja tiap-tiap minggu. Lantas satu masa saya memandang dimana anak-anak bergayut kesana kemari kerana kadang kala mereka tidak ada guru yang mengajar mereka. Lantas seorang ibu menyapa saya, 'Kamu boleh tolong tak mengajar anak-anak sekolah minggu ini?' pertanyaan dan permohonannya langsung membisukan saya. Saya membuka mulut sambil terpinga-pinga, 'emm.. boleh tapi bagaimana caranya, saya tidak pernah berbuat demikian; kataku'. Ibu itu menjawab 'Tak apa kamu boleh belajar dan akhirnya kamu akan pandai; kata ibu itu'.

Pada minggu berikutnya saya mula mengumpul lagu-lagu sekolah minggu yang saya tahu dalam sebuah buku kecil dan mendapatkan teks cerita yang saya dapatkannya melalui bible yang saya jumpa. Walaupun pengetahuan cara mengajar itu setakat menyanyi, mendengarkan cerita dan memberikan wang persembahan untuk anak tetapi saya secara spontan saya terfikirkan kalau mereka siap awal mereka mesti bising dan mengganggu jemaat dewasa dengan masuk ke dalam gedung gereja. Maka saya mengadakan acara games dipadang bersama anak-anak dan ianya sangat menyeronokkan anak-anak. Begitulah yang saya lakukan tiap-tiap minggu, peruntukkan alat peraga saya sendiri yang sediakan walaupun dengan kekurangan yang ada tetapi saya sedaya upaya menggunakan kreativiti ku sendiri.

Maka suatu masa Gereja Pusat menganjurkan Hari Sekolah Minggu bagi Parokhi maka semua kampung dibawah Parokhi ini terlibat. Gereja bagi kampung kami juga menghantar beberapa wakil guru sekolah minggu termasuk saya dan anak-anak sekolah minggu juga dibawah sekali. kami selama 3 hari bersama anak-anak menginap dirumah yang disediakan. Kursus yang diadakan itu merangkumi cara-cara mengajar sekolah minggu, kreativiti, menyanyi lagu baru, konsert anak-anak dan sebagainya. Dari sini saya dan guru-guru sekolah minggu yang lain dapat mendalami tatacara pengajaran sekolah minggu yang lebih baik...

Bertahun-tahun berlalu akhirnya saya dipanggil tuhan untuk menyambung pengajian ku ke peringkat diploma di semenanjung malaysia. Saya berjauhan dari anak-anak sekolah minggu yang aku sayangi. Saya sangat merindui mereka. Semasa saya berada dikl banyak cabaran dan dugaan yang aku lalui namun kerinduan pada anak-anak sekolah minggu terubat buat seketika bila saya berpeluang mengajar anak-anak orang asli dibukit seruk, pahang. Beberapa kali saya dan kawan2 saya mengunjungi mereka dan mereka menantikan kehadiran kami disana berkongsi cerita tentang Tuhan Yesus. Namun akhirnya cerita tentang mereka tinggal menjadi kenangan bila mana pelayanan disana terpaksa dihentikan memandangkan kesukaran yang tidak dapat dielakkan.

Tempat saya beribadah semasa dikl ini adalah Gereja Basel KL, walaupun saya dari Gereja PCS namun saya percaya dimana saya berada Tuhan tetap memakai saya untuk kemuliaan Namanya. PanggilanNya Ya dan Amen. Jemaat gereja ini pada tahun 2001 majoritinya adalah pelajar IPT dan Pekerja. Hanya pada tahun 2004 barulah tampak kelihatan jemaat berkeluarga, anak-anak kecil cuma 3 orang untuk 1 keluarga. Walaupun demikian, saya terpanggil untuk mengajari mereka walaupun dalam kesempitan yang tidak ada ruang untuk anak tetapi menggunakan ruang pejabat yang sangat sempit dan kami memulakan ibadah sekolah minggu. Pengajaran rohani harus diteruskan tanpa mengira kuantiti berapa ramai anak lebih-lebih lagi dikawasan bandar yang banyak cabaran dan dugaan ini. Mereka harus ditaburi dengan pengajaran kerohanian agar anak-anak ini membesar bersama Tuhan Yesus.

Pada Tahun 2006, Pertambahan jumlah keluarga kepada 3 keluarga dengan anak-anak seramai 6 orang dan kami juga terpaksa berpindah ke gereja yang baru dan anak-anak ini akhirnya mempunyai tempat ibadahnya sendiri yang luas dan selesa untuk mereka bereakreasi selesai ibadah mereka tanpa mengganggu ibadah dewasa.

Tahun 2007 dan 2008 pertambahan jemaat yang berkeluarga juga bertambah lebih kurang 10 keluarga. Memandangkan tempat tinggal mereka sangat jauh kami merencana untuk membuka 1 buah gereja yang berdekatan dengan kawasan mereka.

Dan akhirnya pada tahun 2009, 1 gereja dibuka di Sri Muda Shah Alam dibuka khas untuk jemaat yang tinggal dikawasan itu. Memandangkan jemaat berkeluarga yang ramai ditempat ini iaitu lebih kurang 30 keluarga, guru-guru sekolah minggu ditambah dan berganti-ganti setiap slot penceritaan selesai.

Tuhan tidak jauh untuk kita gapai dan juga mencarinya pun bukanlah susah. Tetapi lagi sukar jika kita tidak pernah mengenali satu apapun tentang dia. Demikian juga anak kecil andai tidak dididik dari kecil, masa remajanya banyak pengaruh, banyak godaan dan cabaran dalam hidupnya.. Marilah kita merenungkan tentangnya dan memandang gereja si kecil itu...